Rabu, 14 Maret 2012

NEGARA MARITIM PENGIMPOR GARAM


Indonesia Mengimpor Garam
 Indonesia memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia dengan panjang mencapai lebih dari 95.181 kilometer (ANTARA News). Namun sayang, meskipun memiliki potensi yang cukup besar sebagai produsen garam, Indonesia masih harus mengimpor komoditas ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki panjang pesisir hampir 90.000 km yang cukup berpotensi dalam menghasilkan bahan baku garam. Namun, cukup disayangkan kita masih harus mengimpor sekitar 70% garam dapur atau setara 1,63 juta ton untuk memenuhi kebutuhan garam dalam negeri,” kata Guru Besar Sosek Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Prof. Mochammad Maksum Machfoedz.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menegaskan, pemerintah RI terpaksa melakukan impor garam untuk memenuhi kebutuhan lokal. Kebijakan ini dilakukan akibat produksi garam lokal masih belum tercukupi. Meski demikian, impor garam ini akan dibatasi. “Impor garam dilakukan dalam kurun waktu tertentu sambil menunggu panen raya,” katanya. Menurut dia, impor garam dilakukan berdasarkan hasil kesepakatan empat menteri, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Koordinator Perekonomian. “Dalam kesepakatan yang telah dibuat, kami memutuskan untuk menyetujui impor garam sebanyak 500.000 ton. Pada impor garam ini, nantinya untuk memenuhi kebutuhan hingga Juli 2012,”ungkapnya.
Akan tetapi, APGI menyatakan keberatan dengan rencana kebijakan itu, dan organisasinya memandang perlu untuk mengeluarkan nota keberatan terhadap semua pihak yang terlibat. Bahkan juga menuding kebutuhan garam sebagai legitimasi impor garam 2012 itu sebagai bentuk permainan. "Dasar pertimbangan atas sikap kami tersebut adalah fakta-fakta hukum perundang-undangan yang telah ada," kata Gada Rahmatullah.
Pertama, kata dia, bahwa impor garam telah diatur melalui Permendag 20/M-DAG/PER/9/2005 Jo. Permendag 44/M-DAG/PER/10/2007 tentang Ketentuan Impor Garam. Harga garam juga telah diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 02/DAGLU/PER/5/2011, dan faktanya semua Importir Produsen (IP) Garam Iodisasi melakukan pembelian garam produksi tahun 2011 dibawah Harga Penetapan Pemerintah (HPP).
"Sesuai dengan ketentuan itu harga garam rakyat di tingkat pengumpul /Collecting Point (kondisi curah diatas truk) seharusnya untuk KP1 minimal Rp750/Kg dan KP2 minimal Rp550/Kg," kata dia. Hal lain yang juga menjadi pertimbangan APGI ialah terjadi kesimpangsiuran data mengenai jumlah produksi garam rakyat tahun 2011 dimana masing-masing kementerian terkait memiliki data yang berbeda. Termasuk, sambung Gada, data mengenai jumlah kebutuhan garam konsumsi, Kementerian Perdagangan mengatakan bahwa kebutuhan garam konsumsi 120.000 ton perbulannya maka berarti kebutuhan garam konsumsi untuk 1 tahun adalah 2,4 juta ton (padahal kebutuhan garam konsumsi, menurut kementerian yang lain, hanya 1,4 juta ton/tahun).
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa izin impor akan dikeluarkan setelah semua garam produksi petani telah terserap oleh importir produsen (IP) garam Iodisasi. Padahal stok garam milik petani yang tergabung adalam Asosiasi Petani Garam Indonesia (APGI) masih 10.000 ton sampai saat ini belum terserap oleh IP Garam Iodisasi. Paguyuban Petani Garam Rakyat Sumenep (Perras) masih memiliki stok 15.000 ton. Belum lagi, kata Gara Rahmatullah, petani garam yang memang selalu menyimpan minimal 30 persen dari hasil panennya untuk digunakan sebagai biaya hidup dimusim penghujan dan persiapan biaya produksi tahun 2012.
Beberapa waktu lalu, Kementerian Perindustrian memutuskan untuk menyusun peta jalan pergaraman nasional guna mendukung swasembada garam industri dan konsumsi. Menteri Perindustrian M. S. Hidayat mengatakan peta jalan tersebut mencakup aspek ekstensifikasi dan intensifikasi, dan harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan. “Masih banyak permasalahan di industri garam domestik. Umumnya, petani garam belum mampu memproduksi garam dengan kualitas baik karena lahan mereka kecil-kecil, hanya 3-5 hektar,” jelas Menperin. Di samping itu, jelas menperin, infrastruktur di sentra produksi di Jawa, Madura, Nusa Tenggara, dan Sulawesi Selatan, belum memadai sehingga produktivitas petani masih rendah. Kondisi tersebut juga menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi.


Dikutip dari: Berbagai Sumber

Sabtu, 01 Oktober 2011


Study Kasus:
Ancaman Terhadap Agroekosistem Akibat Penambangan Bijih Timah di Bangka Belitung

Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengaku prihatin atas kondisi kerusakan lingkungan dampak dari maraknya aktifitas tambang biji timah di wilayah Kepulauan Bangka-Belitung. "Kondisi kerusakan lingkungan di Provinsi Bangka-Belitung akibat kegiatan tambang timah sudah sangat parah. Tidak hanya daratan, kini laut pun ditambang. Untuk itu kita sangat prihatin," tuturnya.
Saat ini, Kementerian LH bersama kementerian terkait sedang membuat strategi penanganan dampak kerusakan lingkungan akibat tambang di wilayah yang kerap dijuluki "Laskar Pelangi" tersebut. "Bersama kementerian terkait akan kita cari solusi bagaimana penanganan dampak kerusakan lingkungan disana," bebernya.
Sebelumnya, organisasi Walhi Bangka-Belitung terus menyoroti ancaman kerusakan lingkungan akibat gencarnya eksploitasi biji timah ini. Aktifitas penambangan timah di kawasan pesisir menggunakan kapal isap (keruk) telah berdampak pada terjadinya kerusakan ekosistem laut dan juga  berdampak pada menurunnya hasil tangkapan nelayan.
Terjadinya sedimentasi menyebabkan terumbu karang tertutup lumpur dan mati. Adanya penambangan timah di laut membuat terjadinya perubahan topografi pantai dari yang sebelumnya landai menjadi curam.
Hal ini akan menyebabkan daya abrasi pantai semakin kuat dan terjadi perubahan garis pantai yang semakin mengarah ke daratan. Saat ini 50% terumbu karang di Provinsi Bangka Belitung rusak akibat sedimentasi lumpur yang berasal dari aktivitas penambangan timah di perairan. (DY/OL-3)
          (sumber: Media Indonesia.com, Denny Saputra 20-9-2011)

Akibat exploitasi biji timah yang berlebihan didaerah bangka belitung serta rendahnya pengawasan pemerintah terhadap kegiatan ini, menyebabkan kerusakan yang terjadi seperti tak terkendali. Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya, tanpa adanya upaya mereklamasi (Dori Jukandi, 2011). Masyarakatpun berlomba-lomba mengeruk isi bumi Babel, mengingat pekerjaan menambang ini dapat menghasilkan rupiah dalam waktu yang relatif singkat dan instan. Menurut Dori jukandi (2011) Keadaan ini merupakan imbas dari krisis ekonomi berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial.
Pembukaan lahan oleh masyarakat untuk kegiatan penambangan tanpa memperdulikan keseimbangan ekosistem hutan dan sungai, kini bahkan telah membuat kerusakan yang parah, setidaknya 100 kilogram batuan digali hanya untuk menghasilkan 0,35 kilogram bahan tambang. Sedangkan 99 persen bahan sisa tambang itu dibuang sebagai limbah (Marwan Batubara,2010).  Sehingga hampir sepanjang aliran sungai-sungai di Babel kini berwarna coklat bercampur lumpur, yang menyebabkan hilangnya sebagian besar populasi makhluk hidup di sungai dan hutan sekitarnya.
Akibat hal tersebut, ekosistem didaerah pertambangan menjadi tidak berjalan karena tidak ada interaksi antar makhluk hidup. Penurunan kualitas air menjadi penyebab tidak mampunya makhluk hidup untuk bertahan dan akhirnya mati. Tambang timah ilegal pun telah membuat bumi Bangka Belitung tercabik-cabik. Setidaknya 15 sungai besar di wilayah ini telah rusak yang menyebabkan flora dan fauna berada di ambang kepunahan (Marwan Batubara, 2010).
Akumulasi logam berat yang bercampur dengan air sungai juga membuat ekosistem tersebut tidak mampu untuk melakukan perbaikan. Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Aktivitas TI juga mengakibatkan pencemaran air permukaan dan perairan umum. Lahan menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks-tambang), tidak adanya upaya reklamasi/ rehabilitasi pada lahan eks-tambang, terjadi abrasi pantai dan kerusakan cagar alam, yang untuk memulihkannya perlu waktu setidaknya 150 tahun secara suksesi alami (Dori Jukandi, 2011).
Selain perairan, hutan yang rusak akibat pembukaan lahan juga tak kalah dampaknya terhadap ekosistem. Akibat aktifitas liar ini, banyak program kehutanan dan pertanian tidak berjalan. Akibat luas hutan yang rusak telah mencapai ribuan hektar, pun untuk merehabilitasinya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni hingga 30 tahun (BR, 2010). Ketika hutan dieksploitasi hingga habis maka seketika hutan tidak memilliki fungsi ekologi dan akan mengakibatkan ketidakseimbangan dalam sistem alam dan berpotensi menimbulkan bencana alam (Marwan Batubara, 2010).
 Dampaknya, hasil pertanian dan kebun petani pun menurun. Jika hasil pertanian yang dihasilkan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Bangka Belitung, mereka terpaksa harus membelinya di luar. Hal ini tentu menambah biaya, dan mereka mendapatkan harga hasil pertanian yang relatif lebih mahal. Lahan pertanian dan tanah-tanah lapang di Bangka Belitung saat ini juga menjadi sangat tandus dan gersang. Membutuhkan biaya besar untuk mereklamasi atau pun merevegetasi untuk menjadikan lahan tersebut kembali berproduksi.

Secara tak langsung dan tidak langsung pertambangan ini telah mengancam keseimbangan agroekosistem. Penurunan kualitas air karena akumulasi logam berat, yang menjadi sumber air unntuk pengairan lahan pertanian, secara langsung mempengaruhi penurunan kualitas tanaman. Berkurangnya luas hutan akibat penyalahgunaan lahan secara tidak langsung juga menyebabkan banyak hewan-hewan yang seharusnya menjadi habitat alami hutan masuk ke lahan pertanian dan menjadi hama perusak tanaman petani, sehingga musuh petanipun semakin banyak.
Penambang timah di Babel ini pada umumnya merupakan penambang illegal yang tidak memiliki izin usaha. Akan tetapi, penambang nakal ini seperti dibiarkan saja tanpa adanya ganjaran hukum, sehingga tak heran jika jumlah produksi penambang illegal ini mendekati hasil pertambangan yang memiliki izin.  Bayangkan saja, penambangan ilegal mampu menghasilkan 60 ribu ton per tahun, tak begitu beda jauh dengan jumlah produksi penambangan legal sebesar 71.610 per tahun. Hasil penambangan ilegal tentu tak masuk ke dalam kas negara, terutama dalam bentuk royalti dan pajak (Marwan Batubara, 2010), sehingga dapat kita bayangkan kerugian daerah akibat kegiatan ini.
Selain merusak agroekosistem di sekitarnya, kini bahkan dampak penambangan ilegal sekarang sudah berimbas terhadap perubahan iklim didaerah Babel. Sejak maraknya penambangan illegal timah, kini setiap musim kemarau di Babel terasa semakin kering dan panjang dari tahun-tahun sebelumnya. Perusakan hutan karena tambang membuat banyak wilayah kekeringan hebat pada musim kemarau (Dori Jukandi, 2011). Akibatnya, ketika Bangka Belitung mengalami kekeringan pada musim kemarau, hasil pertanian mereka pun menurun. Sehingga banyak petani yang beralih profesi menjadi penambang sehingga lahan pertanian pun terbengkalai. Hilangnya ekosistem hutan mengakibatkan beberapa kawasan tererosi dan sungai-sungai pun mengalami abrasi. Karena terjadi sedimentasi yang tinggi, terkadang sungai meluap ketika musim hujan. Terlebih lagi, tailing yang dibuang ke sungai mengakibatkan kerusakan ekosistem sungai dan kematian beberapa biota perairan (Marwan Batubara, 2010).
Selain di daratan, daerah laut pun tak luput dari aktifitas penambangan timah ini. Berdasarkan data dari ANTARA (2010), Sekitar 70 persen dari 122.000 hektare hutan bakau di provinsi itu mengalami rusak akibat aktivitas penambangan timah . Sehingga kerusakan hutan bakau ini dapat berimbas terhadap berkurangnya perkembangbiakan biodata laut seperti kepiting dan udang. Reklamasi kerusakan di laut akibat penambangan hingga kini sulit dilaksanakan secara maksimal (Syamsudin Basari, 2010).
Tapi di sisi lain, kita mengerti bahwa semua ironi ini sebagian besar berpangkal dari kesalahan kita sendiri, terutama para oknum investor, cukong-cukong dan oknum penguasa serta oknum aparat pertahanan dan keamanan. Umumnya mereka bermental KKN, manipulatif, konspiratif, dan rakus akan kekayaan dan kekuasaan (Marwan Batubara, 2010).
Namun mereka tidak menyadari betapa banyak dampak kerusakan dalam lingkungan, pertanian terutama terhadap rakyat yang timbulkan olehnya, seperti: (1) Lahan yang  tidak beraturan, (2) kesuburan lahan, tekstur dan struktur tanah hilang, (3) kualitas air keruh dan tidak subur, (4) lahan menjadi terbuka akibat hilangnya vegetasi, serta (5) ketersediaan tanah pucuk (top soil) minim (fppb UBB, 2010)
Untuk menanggulangi dampak yang berkepanjangan akibat penambangan bijih timah ini, Sebenarnya terdapat beberapa pilihan yang bisa dilakukan. Seperti memanfaatkan kolong (lubang bekas pertambangan) sebagai kolam pengembangan dan budidaya perikanan, membuat usaha tanaman kayu keras di lahan terbuka bekas penambangan, serta banyak hal lain yang bisa kita gunakan untuk memanfaatkan sekaligus merehabilitasi lahan eks tambang timah ini.

 Daftar Pustaka
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/09/20/261120/89/14/-Menteri-LH-Prihatin-Kerusakan-Akibat-Tambang-Timah-

Jumat, 17 Juni 2011

 Pertanian di Masa Mendatang

Setiap hari pembangunan makin merajalela, akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan ekonomi rakyat. Namun, sadarkah anda bahwa lambat laun tanah tempat berpijak makin sulit dilihat. Untuk yang tinggal di daerah pedesaan yang asri hal itu memang tak tampak. Tapi, untuk daerah perkotaan, hal itu sudah terlihat. Area perkotaan semakin luas, seakan menyebar tanpa batas.
Secara lambat namun pasti, daerah pertanian semakin sempit dan menjadi suatu hal yang makin berharga. walau sekarang ini sudah banyak sistem pertanian yang tercipta untuk mengatasi hal tersebut, tapi semua itu tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan peduduk yang lebih cepat.
Disinilah pertanian nantinya akan sangat dihargai, karena akan banyak ilmuan dan para ahli dibidang apapun untuk mengatasi kekurangan pangan. Setiap penemuan penting dalam bidang ini akan paling mendapat sorotan, tak ubahnya seperti penemuan mesin uap oleh james watt. Banyak hal yang telah terlihat dari semua itu saat ini.

Rabu, 22 September 2010


  Pertanian Dalam Generasi Muda
                            

        Dunia pertanian sering dipandang sebelah mata oleh para genarasi muda, mereka menganggap pertanian merupakan suatu ilmu yang penuh dengan kerja fisik dan kotor. Karena memang pertanian merupakan ilmu yang mengharuskan seseorang mau tidak mau untuk kerja dilapangan. Akan tetapi, pertanian yang menjadi mayoritas mata pencarian di Indonesia, memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, antara lain:
1. Sumber ilmu yang menyadiakan pangan bagi manusia
2. Menjadi mata pencarian yang kontinyu dan aman untuk masyarakat di pedesaan yang sulit terjamah dari program-program pemerintah 
3. Sebagai salah satu bidang penyumbang terbesar anggaran negara
4. Penyedia lowongan kerja yang tak terbatas.
      Ditengah zaman yang serba teknologi ini, dunia pertanian Indonesia masih tertinggal dalam hal teknologi, baik itu dalam peralatan maupun dalam hal tehnik. Kita sebagai generasi muda, haruslah maju mengusung modernisasi pertanian, mengikuti zaman yang akan beralih ke zaman Bioeconomic ini. 




halaman lanjutan UMY

Selasa, 21 September 2010

Pertanian di Belitung
       Pulau Belitung yang merupakan bagian dari pulau besar sumatera, begitupun juga dengan kondisi keadaan alamnya sehingga kondisi tanah dan pertaniannya pun sama. Pulau Belitung bersama bangka dulu terkenal dengan penghasil ladanya, namun sekarang lada sekarang sudah tergeser dengan pamornya timah di Belitung.

      Dan sekarangpun perkebunan sawit telah menghabiskan banyak lahan di Belitung, dan lada(sahang dalam bahasa belitung)semakin terpuruk. Saat pulang kampung, seperti layaknya orang ramai aku bersilaturahmi ke rumah teman-teman di desa yang sedikit jauh dari kota. sepanjang perjalanan perkebunan sawit yang masih berumur beberapa tahun menghiasi hutan dikiri kanan jalan. Aku pun berhenti dan mengambil beberapa gambar.


       Setelah booming timah mereda, sawit mengambil alih perhatian masyarakat dan hutan mereka. Ribuan hektar hutan dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi tanaman sawit sehingga jika dilihat dari atas tampak pepohonan sawit terjajar rapi.
       perkebunan sawit merupakan perkebunan milik perusahaan-perusahaan termasuk perusahaan malaysia. Saat bersilaturahmi ke rumah temanku aku sedikit banyak menanyakan tentang perkebunan sawit dengannya, akupun mengajak jalan-jalan sambil melihat-lihat perkebunan disana.
 



halaman lanjutan UMY

Rabu, 25 Agustus 2010

     HUBUNGAN PERTANIAN DENGAN LINGKUNGAN HIDUP


    Pertanian sudah lama dikenal sejak zaman purbakala saat manusia tinggal menetap dan merupakan ilmu yang pertama yang dikenal manusia saat itu. Hal itu dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan sejarah, yang ditemukan di gua-gua, baik berupa batu-batu alat pertanian atau pun gambar-gambar di dinding gua. Oleh karena itu, ilmu pertanian sudah bersahabat dengan alam sejak dahulu kala, dan masih diterima alam sampai kini. Hal ini membuktikan, bahwa alam masih menerima dan dapat mengelola atas hasil negatif dari pertanian, sejak zaman manusia dahulu yang masih menerapkan sistem pertanian tradisional, yang cenderung merusak alam melalui ladang berpindah dan pembukaan lahan baru dengan membakar hutan dan lain sebagainya.

     Walaupun di zaman sekarang ini kita sudah meninggalkan hal itu, tapi kita sekarang mempunyai masalah baru, yaitu penggunaan zat-zat kimia yang terlalu berlebihan. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia, selain dapat merusak alam juga dapat merusak tanah pertanian, akibatnya, terjadi penurunan kualitas produksi akibat akumulasi zat-zat kimia dalam tanah yang telah menumpuk selama pemakaian.
     Penggunaan pupuk dan pestisida organik dapat membantu memperbaiki struktur tanah yang rusak akibat penggunaan zat kimia yang telah lama digunakan. Selain baik bagi alam, juga baik bagi tanaman dan tanah, sehingga dengan perawatan yang baik kualitas produksi pun akan meningkat.   













    halaman lanjutan UMY 

Minggu, 22 Agustus 2010

                                                              Mari Membaca

Mendidik anak lewat cerita merupakan cara terbaik karena tidak menimbulkan paksaan terhadap anak, sehingga anak dapat meniru tokoh-tokoh yang baik dalam cerita lewat kesadaran sendiri.